Selasa, 5 Oktober 2010

Hatinya Hancur

Hatinya Hancur

By: agussyafii

Malam itu di Rumah Amalia saya kedatangan tamu. Seorang laki-laki yang hatinya hancur. Laki-laki itu separuh baya. Wajahnya terlihat lebih tua daripada usianya sendiri. Awalnya ketika menikah sampai istrinya hamil dan melahirkan. Diusia anak laki-lakinya berumur sembilan bulan, istrinya meninggalkannya dan anak laki-lakinya. Istrinya meninggalkan karena kehidupan yang susah, 'aku menikah agar aku hidup bahagia bukan hidup susah.' begitu ucap istrinya.

Dalam seorang diri tanpa istri, dirinya merawat anak dan mengasuh. Apapun pekerjaan dilakukan untuk menghidupi sang buah hati. Kepergian istrinya telah membuat luka dihati, Peristiwa itu membuat dirinya menjauh dari Allah. Ibadah yang biasa dilakukan, tidak dilakukannya lagi. 'Buat apa sholat bila hidup menderita.' begitu tuturnya. Dengan hati yang terluka, perjalanan hidup ada kemudahan. Rizkinya lancar, anaknya tumbuh besar sampai menginjak kelas dua SD.

Anaknya menjadi kebanggaan. disekolah selalu ranking satu. Semua surat dalam Juz Amma' telah dihapal. Bahkan waktu masih berusia lima tahun sudah mampu membaca al-Quran dengan lancar. Kebahagiaan menyelimuti hidupnya, terkadang terselip kekecewaan, kemarahan dan perih dihatinya belumlah hilang. Sampai suatu hari anak laki-laki yang dicintainya sakit keras dan seminggu kemudian dipanggil oleh Sang Pecipta. Meninggal anak yang dicintainya benar-benar membuat hati terasa hancur, tidak ada lagi yang tersisa senyuman dibibir. Air matanya mengalir. Kepergian sang buah terasa menyayat dihati. 'Sudah tidak ada yang tersisa Mas Agus. Saya sudah tidak punya apapun dalam hidup ini.' Laki-laki mengusap air matanya.

'Saya mengira dengan cara menjauhi Allah, saya akan menemukan kembali apa yang hilang, yang saya temukan malah sebaliknya, makin banyak kehilangan demi kehilangan. Saya kehilangan Allah, saya kehilangan istri, saya kehilangan anak dan saya kehilangan diri saya sendiri.' lanjutnya. 'Maafkan aku Ya Allah. Astaghfirullah,' ucapnya lirih. Malam semakin larut. Ditengah hatinya hancur, beliau telah menemukan secercah cahaya untuk kembali kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

--
Teman, seberat apapun dalam hidup ini, mari kita semakin mendekatkan diri kepada Allah. 'Hasbunallah wanikmal wakil' Cukuplah Allah menjadi penolong bagi kami.' (QS. Ali Imran : 173). Menggantungkan harapan hanya kepada Allah akan memudahkan penderitaan menjadi kebahagiaan, cobaan menjadi kegembiraan. Setiap permasalahan hidup senantiasa ada solusinya bila kita memohon kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Wassalam,
agussyafii

Tiada ulasan:

Catat Ulasan