Selasa, 6 Julai 2010

HAKEKAT TAUBAT

Hakikat taubat, menurut Ibnu Qayyim Al Jauziah, ''ada tiga perkara: menganggap besar terhadap kejahatan, menuduh taubatnya (masih kurang), dan mencari alasan makhluk.

''Yang dimaksud dengan hakikat ialah apa yang dengannya sesuatu bisa terwujudkan, dan dengannya pula sesuatu itu menjadi sah dan tetap sebagaimana sabda Nabi SAW kepada Haritsah: "Sesungguhnya tiap-tiap kebenaran mempunyai hakikat. Lalu apakah hakikat imanmu?"

Seseorang yang menganggap enteng suatu dosa, niscaya dia tidak akan menyesal dan cenderung mengulangi kesalahan serupa. Sejauh mana seseorang menganggap besar suatu dosa, sejauh itu pula dia menyesal bila telanjur melakukannya.

Sikap menganggap besar suatu dosa biasanya muncul karena tiga hal: mengagungkan perintah, mengagungkan yang memerintah, dan meyakini pembalasannya. Sedang menuduh taubat kurang diperlukan karena taubat merupakan kewajibannya.

Dia merasa tidak yakin dapat menunaikan kewajiban ini sebagaimana mestinya, merasa takut tidak dapat memenuhinya dengan benar, takut tidak diterima, merasa khawatir tidak mencurahkan segenap tenaganya untuk menggapai keshahihannya, dan takut taubatnya bercacat sedang dia tidak merasa.

Seperti taubat orang-orang yang punya keperluan dan mengalami kebangkrutan, atau orang-orang yang menjaga kepentingan dan kedudukan di antara manusia, atau bertaubat karena hendak menjaga status quo.

Dia bertaubat karena menjaga status, bukan karena takut kepada Yang Maha Kuasa. Atau dia bertaubat karena hendak beristirahat dari keletihan melakukan dosa-dosa atau karena hendak menjaga apa yang dikhawatirkan menimpa harga diri, harta, dan kedudukannya.

Taubat ini merupakan suatu bentuk tersendiri. Di antara hal yang harus dituduh dalam taubat ialah lemahnya kemauan, berpalingnya hati kepada dosa dari waktu ke waktu, dan ingatan akan manisnya melakukan perbuatan dosa. Kadang-kadang dia beristirahat dan kadang bangkit gejolaknya.

Di antara kecurigaan terhadap taubat ialah merasa tenang dan mantap hatinya bahwa ia telah benar-benar bertaubat sehingga merasa seakan-akan telah diberi surat keamanan. Ini termasuk kecurigaan terhadap taubat.

Tanda-tandanya adalah matanya beku (tidak menangis menyesali dosanya), senantiasa lalai, dan sesudah bertaubat dia tidak melakukan amal-amal saleh yang baru dan belum dikerjakan sebelum berbuat kesalahan.

Taubat yang diterima dan benar-benar memiliki beberapa tanda.

Pertama, sesudah bertaubat dia lebih baik dari sebelumnya.

Kedua, senantiasa takut disertai perasaan tidak aman terhadap balasan Allah. Dia selalu merasa takut hingga mendengar perkataan malaikat yang diutus Allah untuk mencabut ruhnya:

"Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu" (Fushilat 30). Saat itulah baru hilang ketakutan itu.

Ketiga, hatinya merasa kapok dan tersayat karena penyesalan dan rasa takut. Hal ini tergantung besar kecilnya dosa yang dilakukannya. Dan ini merupakan takwil Ibnu Uyainah terhadap firman Allah:

"Bangunan-bangunan yang mereka dirikan itu senantiasa menjadi pangkal keraguan dalam hati mereka, kecuali bila hati mereka itu telah hancur." (Attaubah 110).

Ibnu Uyainah berkata: "Hatinya tersayat karena taubat." Tidak diragukan lagi bahwa ketakutan yang sangat besar terhadap siksaan yang besar akan membuat hati remuk redam.

Inilah sayatan atau kehancuran hati itu, dan sekaligus merupakan hakikat taubat karena hatinya remuk redam menyesali perbuatannya yang melampaui batas dan takut terhadap akibat buruknya.

Karena itu, barang siapa hatinya tidak hancur luluh di dunia karena menyesali tindakannya dan takut akibatnya, maka hati itu akan hancur luluh di akhirat ketika semua hakikat menjadi kenyataan,dan tampak jelas pahala orang-orang yang taat dan siksaan orang-orang yang bermaksiat. Karena itu, hatinya pasti akan hancur luluh, kalau tidak di dunia, pasti di akhirat.

Di antara syarat taubat yang benar adalah perasaan remuk redam dalam hati secara khusus dan tiada duanya. Ini tidak terjadi pada orang yang tidak berbuat dosa, tidak dapat terjadi dengan membuat diri lapar, tidak dapat dilatih, dan tidak terjadi karena cinta semata. Ia terjadi di balik semua itu. Hatinya betul-betul remuk redam di hadapan Tuhannya.

Dia yakin bahwa kehidupan, kebahagiaan, keberuntungan, dan
keselamatan berada pada keridhoan Tuhan. Dalam keadaan ini
berkumpullah perasaan remuk redam, resah, hina, dan tunduk.

Sungguh besar manfaat perasaan semacam ini bagi seorang hamba! Sangat besar imbas kepadanya. Sangat efektif untuk memperbaiki dan mendekatkan diri kepada Tuhan.

Banyak orang membersihkan diri dari dosa-dosa besar dan berbagai kotoran, tetapi hati mereka tidak merasakannya sebagai dosa-dosa yang harus ditaubati. Mereka melakukan sesuatu yang lebih dibenci Allah dan lebih menjauhkan mereka dari pintu-Nya.

Lebih dibenci-Nya ketimbang dosa-dosa lahiriah yang mereka lakukan, seperti menghina dan merendahkan orang-orang yang melakukan dosa besar, mengecam ketaatan mereka dan jasa mereka terhadap manusia dengan lisanul hal (bahasa perbuatan), dan tuntutan batin mereka agar manusia menghormati dan menghargai ketaatannya.

Apabila Allah menyusuli salah seorang dari mereka dengan suatu perbuatan keji atau suatu dosa besar, untuk mematahkan hawa nafsunya, memberitahukan kemampuan dirinya, menghinakannya dan mengeluarkan penyakit "mengecam ketaatan" dari hatinya, maka hal itu merupakan rahmat baginya.

Sebagaimana halnya jika Allah menyusuli para pelaku dosa besar dengan taubat yang tulus dan menghadapkan hatinya kepadaNya, adalah merupakan rahmat bagi mereka. Kalau bukan rahmat, maka keduanya berada di ambang bahaya

3 ulasan: